Rabu, 08 September 2010

cerpen

Rahasia syva
Seorang gadis cantik yang tiba-tiba di vonis mengidap penyakit mematikan kanker yang secara perlahan menggrogoti umur yang diprediksikan dokter tidak akan lama lagi. Dia down, menghilang semangat hidupnya. Di sisa hidupnya, dia bertemu dengan seorang lelaki yang dulu pernah ada dalam hidupnya dan hadir lagi dan mampu membuatnya semangat dalam menjalani detik-detik dihidupnya, tapi ternyata lelaki adalah ide bunda yang meminta agar mendekati syva lagi, karna dia sedih melihat putrinya menderita dalam menghadapi semuanya.
Hidup dengan cinta adalah indah, cinta itu universal bisa dengan siapa saja…



RAHASIA SYVA

Setengah berlari seorang gadis menyusuri jalan setapak itu, gadis bertubuh semampai ini tidak menghiraukan tiap tetes air yang keluar dari kulit putihnya tujuannya hanya satu tepat waktu sampai dikampus.
“syva…!!!”
Gadis itu menoleh ketika seseorang memanggilnya.
“ Eh, dian. Belum berangkat juga. Kirain hanya aku yang bakal ketinggalan” ucapnya sambil tersenyum. Thanks God aku punya teman.

Syva heran dengan dirinya belakangan ini, banyak perubahan yang terjadi dalam dirinya, dari bangun telat, susah tidur, sampai dengan nyeri yang selalu datang tiap saat, nyeri yang begitu dahsyat menyerang bagian perutnya.

“Saran bunda, kamu periksa va. Bunda takut itu bukan nyeri biasa” terang bunda waktu melihat syva merintih menahan nyeri. Bagai ribuan jarum yang menusuk perutnya, ingin teriak melepas semua yang dirasakannya.
“hmm….. tapi syva takut nda, takut kalau ini memang bukan sakit biasa” jawab syva.
“Sayang, bunda yakin koq ini hanya nyeri biasa. Berdo’a aja ya ?” pinta bunda.
Syva tersenyum disela tangisnya, bahagia memiliki orang tua yang begitu sayang padanya, walau tanpa ada papa disisinya saat ini. Pasti beliau bahagia, bunda begitu menjaga syva seperti amanah yang diberikan beliau 10tahun yang lalu.

Syva berada diruang tunggu bersama bunda disampingnya menunggu hasil pemeriksaan yang baru dijalaninya. Dengan perasaan yang campur aduk, bingung, takut. Tapi bunda menguatkannya dengan menggenggam tangan syva.

“Syva Widia” panggil seorang perawat. Syva bergegas berjalan mendekatinya.
“Bunda, kita buka dirumah saja ya ? syva takut nih” syva berkata pada bunda dan ditangan ada surat hasil pemeriksaan tadi. Perlahan bunda dan syva meninggalkan rumah sakit.
Syva bergetar setelah membaca hasil diagnosa dokter, Ya Allah begitu berat cobaan yang Engkau berikan, semoga aku dapat melewati ini semua. Doa nya disela tangis dan bunda memeluknya dengan erat.

Ini adalah hari pertama syva melewati hari yang dirasa begitu berat, tapi dia mencoba untuk kuat, karena dia tidak ingin bunda sedih melihatnya sendu. Tapi bagaimana pun dia menutupinya, bunda tau syva sedih, kecewa, tapi pada siapa semua akan disalahkan ? karna ini adalah tulisan takdir yang harus dilalui siap atau tidak menerima tetap terlalui.

“Va, nonton yuk ? ada film bagus nih. Tadi pagi bagas nelpon aku. Ikut ya ? ada bagas tuh” ajak dian setelah keluar dari ruang analisis, mata kuliah yang diikutinya disemester ganjil ini.
“hmm.. lagi gak mood dian. Lagi pengen sendiri. Gak apa-apa kan ?” jawab syva meminta pengertian sahabatnya sedari kecil itu.
“ok deh, ntar aku sampaikan ke bagas deh. Cepat sembuh ya say , hehe” dian berlalu meninggalkan nya.

Terik matahari siang ini begitu membakar kulit, sesampainya dirumah syva langsung masuk kedalam kamar mendinginkan badan dan juga hatinya. Didepan rak buku dia meraih album photo membuka lembar demi lembar dan terhenti pada sebuah gambar yang menampilkan sesosok pria tampan, tinggi, bertubuh atletis. Bagas. Pria yang selalu ada dalam tiap sudut hatinya, tapi dia harus sadar diri, dia gak pantas ada disamping pria sekeren itu walaupun pria tersebut sepupu dian.
Cinta kan tak harus memiliki.

Hari-hari syva sekarang lebih luang yang diperlukan hanya terapi dan istirahat yang banyak. Yang membuat syva bosan tanpa bisa berbuat banyak. Dian juga heran mengapa syva akhir-akhir ini tidak muncul dikampus. Rasa penasaran membuatnya ada dirumah syva sore hari nya.
“ Sore tante, syva nya ada? Dian bingung cariin syva dikampus. Beberapa hari ini syva gak datang. Dian jadi kwatir aja tante” ucap dian mendapati bunda syva duduk di beranda samping.
‘oh, nak dian. Ada koq. Cuma kata dokter, syva musti istirahat beberapa hari ini. Kemarin juga baru terapi koq. Tuh syva lagi dikamarnya” urai bunda syva.
“Terapi ? memang nya syva sakit apa tante? Syva gak pernah cerita apapun ke dian” terang dian, sesak yang dirasakan ketika mendengar sahabatnya menderita, sesak karena sahabatnya tidak mau berbagi dengannya.
Dian bergegas menuju kamar syva dan didapatinya sahabat yang sedari kecil bersamanya terbaring lemas, tak kuasa lagi menahan rasa sakit di dada, ikut merasakan apa yang juga dirasakan syva.
“dian??”
“Kamu jahat va, kamu gak jujur, kamu gak cerita sama aku. Kamu anggap aku apa?. Aku sahabat kamu” kata dian terbata.
Syva terdiam sambil menggenggam tangan dian, “aku gak siap menceritakannya dian, teramat perih apa yang telah terjadi”.
Dian memeluk syva mencoba memberi kekuatan dan berharap syva bersabar dengan cobaan ini.

Siang itu diteras rumah dian,
“Apa ? syva kena kanker? yang benar kamu?” bagas beruntun bertanya ketika dian menceritakan keadaan syva.
Bagas teringat syva pernah mengisi hari-harinya, tapi gak lama karna bagas gak mencintai dia. Bagas justru diam-diam mencintai sepupunya sendiri, dian. Tapi dian gak pernah tau karna bagas juga gak mau dian tau karna itu akan merusak tali persaudaraan mereka jika sampai keluarga besar mengetahuinya.

Jauh diluar sana, bunda memegang album photo syva. Bunda tau apa yang sebenarnya terjadi, bunda tau bahwa anak semata wayang nya jatuh cinta dengan bagas, bunda ingin sekali membuat putrinya bahagia disisa-sisa harinya.

“halo selamat pagi. Bisa bicara dengan bagas” ucap seseorang diujung telpon.
“yupz, dengan bagas sendiri. Maaf ini dengan siapa ? tanya bagas.
Siang itu bagas pergi untuk bertemu dengan orang yang menelponnya. Bagas bertanya-tanya, apa yang terjadi. Mengapa orang ini rela meluangkan waktu nya untuk bertemu dengannya.
Tepat pukul 02.00pm bagas tiba di kafe yang telah disebutkan. Di sudut ruangan, dia melihat wanita setengah baya menanti dengan cemas.
“Permisi. Maaf, bagas sudah membuat tante menunggu lama.” Bagas menunjukkan penyesalannya.
“Tidak apa-apa nak bagas, tante kali yang terlalu semangat jadi agak cepat datangnya” jawab bunda syva.
Setelah basa-basi tante menceritakan apa yang telah terjadi dengan syva, apa yang dirasakan syva, juga tentang cintanya yang begitu dalam kepada bagas.
“Tante cuma ingin membuat syva bahagia gas, walau hanya sesaat. Walau itu hanya pura-pura”
“Tapi bagas gak bisa tante, itu malah akan membuat syva terluka, akan menambah sakit yang dirasakannya” bagas menolak.
“Tante mohon, lakukan ini gas atas dasar kemanusiaan. Tante gak siap liat syva selalu murung. Walau dia tersenyum tapi tante tau dia tersiksa” bunda syva berharap.
Bagas membisu dan akhirnya menganggukkan kepala.
“Makasi ya gas, buat kesediaan bagas” ucap bunda dan kemudian pamit pulang.

“Dian ! kerumah syva yuk ?” ajak bagas.
“Tumben ngajak kesana ? ada something nih ?” selidik dian.
“akh, negative thingking saja dirimu. Aku cuma ingin tau keadaan dia aja koq. Mau nemenin gak nih ?”. Dian menolak karna masih ada kelas yang akan diikutinya siang nanti.
“Salam aja buat syva dan bunda. Hati-hati ya gas”
Bagas melambaikan tangan pergi.

“Siang putriku, mengapa merenung begitu dibalik tirai? Apa yang telah mengganggu pikiranmu?” sapa bagas seraya menyerahkan setangkai mawar begitu milihat syva.
“Bagas ? becanda aja. Iya nih, badan aku jadi pegal, tiap waktu tiduran aja” ucap syva dan menyilahkan bagas untuk duduk disampingnya.
Bagai padang gersang yang mendapat guyuran hujan, itulah yang sedang dirasakan syva. Dia berharap moga ini menjadi awal yang baik untuk hubungannya dengan bagas, gak apa-apa aku sakit yang penting bisa dekat dengan bagas lagi. Batin syva.

Dua minggu ini, dian sibuk jadi gak sempat untuk menjenguk syva. Apalagi syva juga sudah ambil cuti jadi gak kkampus lagi.
Kangen juga sama syva. Ntar siang kerumahnya aja deh. Batin dian.

Dian masuk ke kamar yang begitu familiar, mendapati sahabatnya tengah duduk didepan jendela, memandang sepasang angsa yang berenang dengan bebas di kolam halaman samping.
“Gimana va, da mendingan?” tanya dian.
“iya dian, kayaknya ada penyemangat gitu yang buat aku bangkit dan sejenak melupakan sakit yang ku rasakan.” Jelas syva.
“Aduh, siapa tuh penyemangatnya. Huh, gak update nih gara-gara banyak ujian. Tapi…jangan bilang kalau pria itu bagas ya ?” kata dian.
“iya dian, Bagas” syva bersemu ketika mengucapkan nama bagas.


Tiba-tiba pintu kamar bagas terbuka terengah-engah dian masuk ke dalam kemudian menarik tangan bagas,
“Kamu gila ya gas, udah syva sakit masih aja dimainin. Kamu pernah mikir gak sih ? kalau syva sampai tau apa yang sebenarnya terjadi. Aku gak setuju gas, itu sama halnya kamu meminumkan racun sedikit demi sedikit ke syva. Kamu pecundang” amarah dian dan kemudian meninggalkan bagas. Bagas terdiam, dia telah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi mengapa tiba-tiba dia dekat dengan syva.
“ Ya Allah. Sebenarnya aku hanya ingin menolong. Apa ini salah?” bathin bagas di dalam do’anya.

Malam itu dirumah syva, bunda begitu panik mendapati syva tengah pingsan dikamarnya. Bergegas bunda menelpon pak kardi untuk mengantarkannya ke rumah sakit, dan juga tidak lupa memberitahu dian tentang keadaan syva.

Dian tak kuasa menahan air matanya, menatap syva dari balik kaca. Selang infus, tabung oksigen dan semua peralatan medis lainnya. Hilang kecerian yang dulu selalu menghiasi wajah syva. Va, yang kuat ya. Kami semua sayang kamu, lekas sembuh biar kita dapat berkumpul lagi. Pinta dian dalam do’anya.
Sudah sebulan syva dirawat tapi masih juga belum sadar, dian dan bunda bergantian menemani di rumah sakit. Dan sampai saat ini, bagas juga belum ada menunjukkan batang hidungnya.
“kalau ada apa-apa dengan syva, ini menjadi penyesalan seumur hidupmu” isi pesan yang dikirim untuk bagas. Dian benar-benar gak mengerti apa sebenarnya yang diinginkan bagas.

Siang ini saat pengunjung lengang, bagas datang ke rumah sakit dengan seikat bunga ditangannya.
“ Sudah sadar gas ?” pertanyaan bernada sinis yang dilontarkan dian buat bagas.
“ssttt.. aku gak mau ribut, syva sakit. Kalau mau marah, marah aja tapi jangan disini.” ucap bagas.
“Kamu teriak juga syva gak bakal dengar. Dia koma gas sebulan ini. Dan kamu tau kata yang pertama di ucapkan ketika siuman dua minggu yang lalu, nama kamu gas ! nama kamu ! kamu tau betapa berarti nya dirimu dalam hidupnya ? aku gak bisa bayangkan ketika sadar dan didapati bahwa kamu hanya penipu, pecundang. Puas kamu ?!!” dian begitu emosi.
“Dian, kamu gak mengerti posisiku saat itu. Aku hanya berusaha membantu bunda. Aku gak tega melihat bunda sedih. Please dian, ngertiin aku. Sudah ku coba untuk mencintainya, tapi tetap gak bisa karna hanya kamu yang selalu ada dalam hatiku” jelas bagas.
Plakk, sebuah tamparan keras mendarat diwajah bagas.
“Kamu kejam” vonis dian.
“Aku bakal jelasin semuanya ke syva, tapi gak sekarang. Aku menunggu waktu yang tepat. Ngertiin aku dian ?!” pinta bagas memelas.
Bagas menarik dian dalam dekapnya, begitu sayangnya pada dian, tapi dia juga gak mampu untuk melukai syva. Beri aku petunjuk-Mu.

Setelah kejadian itu, bagas juga ikut menemani syva di rumah sakit. Dan ini bulan ketiga syva koma, diminggu yang cerah dian dan bunda sudah disamping syva. Berharap ada keajaiban yang bisa membukakan mata syva.
Tiba-tiba, tangan syva bergerak.
“syva ?” bunda dan dian refleks memanggilnya.kemudian dian berlari memanggil dokter.
Alhamdulillah, akhirnya keajaiban itu datang juga untuk syva.
Bagas juga telah berada dalam ruangan, yang bagas rasa kan hanya kekhawatiran bagaimana menjelaskan kepada syva kelak.
“bunda, dian, bagas” syva mengucapkan nama mereka satu persatu. Tersenyum, senyum yang menambah rasa bersalah bagas.
“syva, aku…”
“ssttt.. udah gak usah diterusin. Aku sudah tau semuanya koq,tentang permintaan bunda ke kamu, aku udah mendengar semuanya ketika kamu menjelaskan kepada dian apa yang terjadi. Dan aku juga sudah memaafkan semuanya. Mencintai itu tidak butuh paksaan” kata syva terbata dan tanpa beban.
“Sayang, maafkan bunda ini semua atas permintaan bunda, bunda cuma ingin syva bahagia” ucap bunda sambil terisak.
“Bunda.. syva sayang bunda. Semua yang bunda lakuin selama ini sudah membuat syva bahagia, bunda sudah memberikan yang terbaik. Mungkin syva yang terlalu memaksa sesuatu, syva yang selalu membuat bunda khawatir, syva yang banyak salah dan kilaf ke bunda. Maafkan syva ya bunda” mohon syva “ bunda jangan menangis lagi, masih ada dian, bagas yang akan menemani kesendirian bunda”hiburnya.
Wajah syva kemudian menatap dian “hey jelek, makasi ya udah nemenin aku di ruangan pengap ini, dikasur busuk yang secepatnya akan ku tinggalkan. Makasi udah nemenin bunda, menghibur bunda. Jaga in bunda ya untukku” syva berkata dengan senyum yang tetap ada diwajah cantiknya.
Syva menarik tangan dian dan bagas, “bagas jagain juga dian buat aku, nanti kalian berdua jangan lupa jagain bunda ya”
Bunda gak bisa berkata hanya air yang terus mengalir dari kedua matanya dan isak tangis yang menyertainya.
“Syva, kamu gak boleh ngomong gitu. Kamu harus janji bakal nemenin aku nonton, ngajarin aku tugas kuliah, cerita-cerita dibawah pohon, kamu……”
aahh… dian menarik nafas,
”syva….”

Rinai hujan mengiringi acara pemakaman itu, hanya gundukan tanah merah yang tersisa, teman dan sanak saudara satu per satu meninggalkan pemakaman, hanya ada dian, bagas dan bunda yang tetap berdiri disamping makam baru dengan nama pemilik Syva Widia.
Kami akan tetap mencintaimu syva…

Jauh di alam sana, syva tersenyum karna semua orang mengiklaskan kepergiannya, bahagia bahwa semua orang mencintainya, karna cinta itu milik siapa aja.
I love u too




P.S : kasih komen ya bwt perbaikan. thx all

Tidak ada komentar:

Posting Komentar